Pelembagaan dan implementasi PPP tetap perlu mempertimbangkan serius mengenai integritas penegak hukum, transparansi dan akuntabilitas proses, pembatasan diskresi, serta potensi penyalahgunaan wewenang. Salah satu tujuan pemidanaan untuk mengadili dan menghukum tindak pidana dengan sanksi yang proporsional juga tetap harus dipenuhi. Dengan adopsi PPP dalam KUHAP 2025, terdapat dua metode penyelesaian perkara pidana korporasi: penuntutan dan penjatuhan pidana konvensional, atau PPP dengan hasil akhir penghentian penuntutan. Dalam Pasal 328 ayat (3) dan (4) KUHAP 2025, permohonan PPP dapat diajukan oleh tersangka/terdakwa/advokat kepada penuntut umum sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Penuntut umum dapat menerima atau menolak permohonan tersebut berdasarkan “pertimbangan keadilan, korban, dan kepatuhan tersangka terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Memang lebih ideal jika norma ini dapat mengatur secara rinci, konkret, dan komprehensif soal persyaratan yang harus dipenuhi korporasi dalam mengajukan permohonan PPP. Persyaratan yang komprehensif juga lebih menjamin akuntabilitas penuntut umum dalam prosedur PPP, karena dipandu oleh kriteria yang jelas untuk menilai kelayakan permohonan PPP dari korporasi. Persetujuan atas permohonan PPP perlu didasarkan pada syarat yang ketat, sehingga hanya korporasi yang memenuhi semua syaratlah yang dapat mengikuti PPP dengan penuntut umum. Sebaliknya, korporasi yang tidak memenuhi syarat tetap dituntut pidana. Dengan skema ini, dapat dilakukan penyaringan terhadap perkara mana yang dituntut pidana dan mana yang diselesaikan dengan PPP.
Untuk memaknai dan menerapkan kriteria “pertimbangan keadilan, korban, dan kepatuhan” dalam Pasal 328 ayat (4) KUHAP 2025 pada kasus konkret, permohonan PPP hendaknya ditolak dan penuntutan pidana terhadap korporasi tetap diterapkan dalam perkara-perkara yang memiliki tingkat ketercelaan dan keparahan tinggi, amat dikecam dan/atau menimbulkan kerugian substansial pada korban/publik, terdapat pengulangan tindak pidana, pelakunya tidak mau bekerja sama dengan penegak hukum, dan/atau kriminalitas sudah menjadi budaya korporasi. Lebih lanjut, pengetatan syarat PPP juga dapat diterapkan dengan menilai kepatuhan dan komitmen korporasi untuk bekerja sama dalam penegakan hukum, misalnya dengan pelaporan mandiri dan kerja sama penuh sebagaimana praktik Inggris.
Dipublikasikan di Kompas.com dengan judul KUHAP Baru: Memperketat Implementasi Perjanjian Penundaan Penuntutan.
Sumber: https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2025/12/04/154021180/kuhap-baru-memperketat-implementasi-perjanjian-penundaan?page=all#page2.
Editor : Sandro Gatra
Membership: https://kmp.im/plus6
Downl
Sumber: https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2025/12/04/154021180/kuhap-baru-memperketat-implementasi-perjanjian-penundaan?page=all#page2.
Editor : Sandro Gatra
Membership: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6


